ORGANISASI KEGURUAN
ORGANISASI KEGURUAN
A. PGRI Sebagai Organisasi Profesi Guru
Setiap profesi memiliki organisasi profesi untuk memajukan profesi, meningkatkan kompetensi, karier, wawasan kependidikan, perlindungan profesi, kesejahteraan, dan pengabdian kepada masyarakat. Guru juga memiliki organisasi profesi. Sesuai dengan pasal 41 dan 42 Undang-Undang 14 Tahun 2005, dengan kewenangan:
1. Menetapkan dan menegakkan kode etik guru
2. Memberikan bantuan hukum kepada guru
3. Memberikan perlindungan profesi guru
4. Melakukan pembinaan dan pengembangan profesi guru,
5. Memajukan pendidikan nasional
Organisasi profesi guru adalah Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Meskipun dalam perkembangannya saat ini lahir berbagai organisasi untuk mengembangkan profesi guru diantaranya ada Ikatan Guru Indonesia (IGI), Federasi Serikat Guru Indonesia(FSGI) bahkan ada yang lebih spesifik pada pengembangan guru sesuai bidang keahliannya seperti Asosiasi Guru Sains Indonesia (AGSI),Asosiasi Guru Ekonomi Indonesia (AGEI), Asosiasi Guru Otomotif Indonesia (AGTOI), Asosiasi Guru Matematika Indonesia (AGMI), Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia (AGMI), Asosiasi Guru Penulis Indonesia (AGUPENA), dan sebagainya.PGRI merupakan wadah tempat berhimpunnya segenap guru dan tenaga kependidikan lainnya sebagai organisasi perjuangan, organisasi profesi, dan ketenagakerjaan yang berdasarkan Pancasila (Musaheri, 2011).
PGRI didirikan di Surakarta tanggal 25 November 1945 sebagai aspirasi Guru Indonesia dalam mewujudkan cita-cita bertujuan mempertinggi kesadaran, sikap, mutu, dan kegiatan profesi guru serta meningkatkan kesejahteraan guru.PGRI memiliki jati diri yaitu landasan filosofis yang menjadi norma dalam pola pikir, sikap, perbuatan dan tindakan yang bersifat mengikat dan ditaati oleh para anggotanya. Jati diri merupakan perwujudan dari sifat khas PGRI yang tampak dalam nilai-nilai, pola pikir, sikap, perbuatan, tindakan, perjuangan, dan profesionalisme berdasarkan Pancasila dan UUD 45.
Berdasarkan sejarahnya PGRI sebagai organisasi yang telah lama lahir sebagai organisasi profesi, perjuangan sekaligus organisasi ketenagakerjaan bagi guru dan tenaga kependidikan. Berdasarkan hakikat kelahirannya merupakan bagian dari perjuangan semesta rakyat Indonesia melalui profesi keguruan dengan menyebarkan perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan.
Lahirnya berbagai macam organisasi profesi guru saat ini memang tidak bisa dibendung. Hal ini sebagai hak yang di dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 juga tidak dibatasi. Untuk itu upaya menyinergikan serta mengembangkan PGRI sampai level bawah (kecamatan perlu terus dilaksanakan), sehingga peran aktif PGRI benar-benar dapat dirasakan terutama dalam upaya pengembangan guru secara langsung. Dengan demikian akan terwujud organisasi profesi guru yang disegani profesi lain. Kegiatan yang dapat dilakukan PGRI di antaranya dengan mengaktifkan kepengurusan serta program kegiatan yang direncanakan. Berbagai seksi bidang yang ada juga diberdayakan, sehingga peran PGRI dapat dirasakan secara langsung bagi para anggotanya.
Evaluasi terhadap organisasi PGRI sebagai organisasi profesiharus terus dilakukan mulai dari ranting, cabang, kabupaten, provinsi bahkan pusat. Saat ini banyak program kerja PGRI yang kurang berjalan secara maksimal khususnya pada lapisan bawah. Bahkan ada guru yang mengatakan “Untuk apa PGRI, potongan untuk iuran saja tetapi kurang manfaatnya.” Untuk itu ketua terpilih sesuai dengan AD/ART PGRI hendaknya benar-benar dapat memilih pengurus yang dapat melaksanakan program. Melibatkan guru yang kompeten meskipun masih muda harus dilakukan dengan mendudukkan sesuai bidangnya, misalnya saja untuk mendukung pengembangan profesi seperti sering menulis, membuat karya inovatif, sering melakukan publikasi ilmiah sehingga mereka terfasilitasi untuk melakukan pengembangan diri sebagai wujud dari profesionalisasi (Nurhadi, 2016).
PGRI sebagai organisasi profesi khususnya, serta sebagai organisasi perjuangan, dan ketenagakerjaan perlu terus dikembangkan. Masukan dari pelbagai pihak untuk kemajuan PGRI juga tetap diharapkan. Kecintaan pada PGRI untuk seluruh anggota harus ditumbuhkan dengan cara sosialisasi visi, misi, tujuan, serta hasil perjuangan PGRI. Jika dimungkinkan perlu adanya penanaman pendidikan ke-PGRI-an bagi para anggotanya. Penempatan pengurus pada posisi yang tepat juga harus dilakukan oleh ketua terpilih agar semua guru anggota PGRI terfasilitasi untuk mengembangkan diri sehingga jati diri PGRI sebagai organisasi profesi juga terwujud.
Anggota PGRI akan percaya dan menjadikan PGRI sebagai wahana untuk mengembangkan profesi dan tidak harus mencari organisasi yang lain untuk mengembangkan profesinya sehingga kedudukan guru sebagai jabatan profesi semakin kuat sebab didukung dengan dimilikinya organisasi profesi yang kuat pula.
B. Pentingnya Organisasi Profesi Guru
Dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen disebutkan bahwa organisasi guru adalah perkumpulan yang berbadan hukum yang didirikan dan diurus oleh guru untuk mengembangkan profesionalitas guru. Sifat organisasi guru adalah independen dan fungsinya adalah untuk memajukan profesi, meningkatkan kompetensi, karier, wawasan kependidikan, perlindungan profesi, kesejahteraan, dan pengabdian kepada masyarakat.
Satori (2007) menyebutkan organisasi profesi kependidikan berfungsi sebagai pemersatu seluruh anggota profesi dalam kiprahnya menjalankan tugas keprofesiannya, dan memiliki fungsi peningkatan kemampuan profesional profesi ini. Berdasarkan pendapat ini ada dua fungsi yaitu sebagai pemersatu dan peningkatan kemampuan profesional.
Keberadaan organisasi profesi sangatlah penting bagi profesi itu sendiri, sebab ciri profesi diantaranya memiliki organisasi profesi. Termasuk dalam hal ini profesi guru. Oleh sebab itu organisasi profesi guru perlu terus dikembangkan agar dapat berfungsi dengan baik.PGRI sebagai salah satu organisasi bagi profesi guru telah banyak berkiprah dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan profesi guru, baik dari dimensi profesional, kesejahteraan, persatuan, harkat serta martabat guru. PGRI mampu menjalin persatuan guru di Indonesia sebab secara organisatoris telah terstruktur kepengurusan PGRI mulai dari tingkat kecamatan, kabupaten, provinsi maupun tingkat pusat. Upaya peningkatan kesejahteraan guru juga tidak terlepas dari perjuangan PGRI, meskipun dari dimensi profesional memang belum dapat dilaksanakan PGRI dengan maksimal, seperti pelatihan dan diklat pengembangan profesi.
Perjuangan PGRI untuk menyejahterakan para guru dilakukan dengan memberikan masukan pada pemerintah sesuai peraturan yang ada dan berpihak pada guru. Sebab PGRI tidak memiliki dana yang langsung dapat diberikan pada para anggotanya. Tidak ada anggaran pemerintah untuk PGRI, sehingga sumber dana yang dihasilkan adalah swadana murni serta upaya lain yang dapat dilakukan dengan bekerja sama kepada semua pihak dengan tetap menjaga sifat organisasi PGRI sebagai organisasi yang unitaristik, independen dan non partai politik.
PGRI sebagai organisasi profesi dari dimensi profesional memang belum dapat dilaksanakan dengan maksimal, seperti pelatihan dan diklat pengembangan profesi. Sebab PGRI tidak memiliki dana. Tidak ada anggaran pemerintah untuk PGRI sehingga pengembangan profesi dilakukan dengan memberikan masukan pada pemerintah serta melalui wadah pengembangan profesi guru yang ada.Pengembangan kemampuan profesional guru di lapisan bawah secara langsung banyak dilakukan melalui wadah kelompok kerja seperti IGTK (Ikatan Guru Taman Kanak-Kanak) untuk Guru TK, KKG (Kekompok Kerja Guru) bagi Guru SD, KKKS (Kelompok Kerja Kepala Sekolah), MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) bagi Guru SMP/SMA/MA. Keberadaan kelompok kerja ini di masing-masing sekolah atau guslah sehingga sangat efektif dan efisien dalam rangka peningkatan dan pengembangan profesi sebab bersentuhan langsung dengan guru. Sifatnya parsial sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masing-masing.
Berdasarkan uraian tersebut disimpulkan keberadaan organisasi profesi sangat penting bagi profesi itu sendiri dengan tujuan:
1. Meningkatkan harkat dan martabat profesi.
2. Alat pemersatu sesama anggota profesi.
3. Memajukan kompetensi anggota profesi dengan wadah organisasi profesi tersebut.
4. Meningkatkan serta memperjuangkan kesejahteraan anggota profesi.
5. Meningkatkan dan melindungi karier anggota profesi.
C. Kedudukan KKG, MGMP, KKKS dan KKPS dalam Mengembangkan Kompetensi Guru
Guru adalah ujung tombak pendidikan sehingga pendidikan akan maju dan berkembang bila didukung guru yang profesional. Murid yang berprestasi akan dilahirkan dari guru-guru yang kompeten dan profesional. Guru yang kurang profesional sulit menghasilkan muridyang berprestasi meskipun masih ada murid-murid yang berprestasi dididik oleh guru yang kurang profesional.
Guru dapat profesional bila secara terus menerus melakukan profesionalisasi. Artinya pengembangan kompetensi guru terus dilakukan sesuai dengan perkembangan khususnya dalam bidang pendidikan. Teori-teori baru dalam pendidikan terus dipelajari dan diimplementasikan pada peserta didiknya. Pengembangan pengetahuan tentang kebijakan Pemerintah dalam bidang pendidikan senantiasa diikuti.
Guru dapat melaksanakan profesionalisasi pada kompetensinya dengan baik dibutuhkan wadah yang sesuai. Wadah yang dimaksud di antaranya adalah Kelompok Kerja Guru (KKG) bagi Guru SD, Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) bagi Guru SMP dan SMA, Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKKS) untuk para kepala sekolah serta Kelompok Kerja Pengawas Sekolah (KKPS) bagi para pengawas.
Keberadaan organisasi ini sangat bermanfaat bagi para guru sebab bersentuhan langsung. Misalnya keberadaan KKG berada dilingkup guslah tingkat kecamatan, kabupaten atau kota maupun provinsi. Di tingkat guguslah para guru dari 8 sampai dengan 10 sekolah pada jenjang SD dapat berkumpul untuk melakukan kegiatan pengembangan kompetensinya melalui KKG. Misalnya KKG Guslah 1 Kecamatan X. Para guru dari beberapa kecamatan yang masing-masing memiliki wadah KKG dapat bergabung agar terjadi interaksi yang lebih luas dengan membentuk KKG pada tingkat kabupaten.
Hal tersebut didasarkan pendapat Surapranata (2013) bahwa Kelompok Kerja Guru (KKG) adalah suatu wadah yang dirancang, dibangun dan dimanfaatkan sebagai wahana pelaksanaan berbagai kegiatan yang relevan dengan peningkatan kompetensi, pengembangan profesionalisme dan pembinaan karir guru di tingkat kecamatan, kabupaten atau kota maupun provinsi.Kedudukan KKG menjadi sangat penting khususnya bagi Guru SD yang berada di daerah. KKG sebagai sarana pengembangan kompetensi para Guru SD yang efektif dan efisien. Efektif disebabkan menyesuaikan dengan kebutuhan guru sehingga tujuan dapat tercapai dengan mudah. Efisien didasarkan pada penghematan biaya sebab para guru berasal dari daerah sekitar. Dengan memanfaatkan KKG maka kompetensi para guru juga akan meningkat.
Peran berbagai pihak yang kompeten untuk memberdayakan KKG sebagai sarana pengembangan kompetensi para guru sangat penting. Kepala sekolah memberikan kesempatan pada para gurunya untuk mengikuti kegiatan di KKG. Evaluasi secara kontinyu bagi kepala sekolah pada para gurunya yang mengikuti kegiatan di KKG harus dilakukan. Di samping itu peran pengawas sekolah juga diharapkan khususnya memfasilitasi kegiatan baik sebagai narasumber atau evaluator terhadap program di KKG. Di samping kepala sekolah dan pengawas peran Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pendidikan Kecamatan sebagai penanggung jawab pendidikan TK dan SD juga sangat penting. Dukungan Kepala UPTD Pendidikan agar KKG dapat berjalan sangat diharapkan baik berupa kebijakan maupun sarana pendukung.
Wadah pengembangan profesi berikutnya adalah Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) bagi Guru SMP dan SMA. Musyawarah guru mata pelajaran yang populer disingkat MGMP adalah suatu wadah yang dirancang, dibangun, dan dimanfaatkan sebagai wahana pelaksanaan pelbagai kegiatan yang relevan dengan peningkatan kompetensi, pengembangan profesionalisme, dan pembinaan karier guru mata pelajaran - Surapranata (2013).MGMP merupakan organisasi perkumpulan para guru di tingkat SMP dan atau SMA sejenisnya yang memiliki bidang tugas sama. Misalnya sebagai Guru IPS, IPA, matematika, bahasa Indonesia, dan sebagainya.
MGMP sangat efektif untuk mengembangkan kompetensi guru disebabkan beberapa hal berikut ini.
1. Sebagai kumpulan guru mata pelajaran sejenis sehingga memiliki program yang sama.
2. Belum semua guru dapat mengikuti pelatihan yang diselenggarakan LPMP maupun PPPPTK sehingga jika ada guru yang didiklat segera dapat menyosialisasikan.
3. Berada di daerah sehingga tetap lebih mudah untuk berkomunikasi.
4. Sebagai wahana untuk bertemu bagi para guru seprofesi pada tingkat kabupaten.
Di samping KKG dan MGMP organisasi berikutnya Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKKS) baik pada jenjang SD, SMP maupun SMA. KKKS sebagai wahana untuk mengembangkan kompetensi kepala sekolah. Sesuai Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah telah ditetapkan bahwa ada 5 (lima) dimensi kompetensi yaitu: kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi, dan sosial. Masing-masing dimensi mempunyai indikator yang hendaknya dimiliki oleh semua kepala sekolah diberbagai jenjang pendidikan. Harapannya adalah ketika menjadi kepala sekolah dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik yaitu mengelola dan memimpin sekolah. Ketika kepala sekolah tidak mampu mengelola dan memimpin sekolahnya, maka sekolah juga tidak akan mampu memberikan outcomependidikan yang bermutu.
Permasalahan yang sering muncul dalam proses pendidikan adalah masih rendahnya mutu sumber daya manusia (SDM) pengelola pendidikan. Jika dalam lingkup persekolahan adalah masih rendahnya mutu guru dan kepala sekolah. Lengkapnya rekomendasia prarekomendasia sekolah jika tidak ditunjang dengan mutu SDM para pengelola, maka akan sulit dicapai hasil atau outcome pendidikan yang bermutu (Patimah dalam Nurhadi, 2014).
Berdasar hal itu dibutuhkan kepala sekolah yang berkompetensi sesuai dengan tuntutan Permendiknas Nomor 13 Tahun 2007. Kompetensi manajerial adalah salah satu kompetensi yang perlu terus dikembangkan oleh kepala sekolah, sebab mempunyai indikator terbanyak dibandingkan empat kompetensi yang lainnya. Di samping itu tidak semua kepala sekolah memiliki kompetensi majanerial dengan baik.
Semakin besar organisasi maka semakin rumit upaya pengelolaannya sebab memiliki struktur, serta bagian-bagian yang komplek yang saling berhubungan. Hal ini sesuai dengan pendapat Robins pada intinya adalah terdapat banyak bukti yang mendukung ide bahwa ukuran sebuah organisasi secara signifikan mempengaruhi strukturnya. Sebagai contoh, organisasi-organisasi besar yang mempekerjakan 2.000 orang atau lebih cenderung memiliki banyak spesialisasi, departementalisasi, tingkatan vertikal, serta aturan dan ketentuan daripada organisasi kecil. Namun, hubungan itu tidak bersifat linier (Nurhadi, 2014).
Di samping KKKS keberadaan Kelompok Kerja Pengawas Sekolah (KKPS) sebagai wadah untuk mengembangkan kompetensi pengawas juga sangat penting. Enam kompetensi pengawas sekolah meliputi: kompetensi kepribadian, supervisi manajerial, supervisi akademik, evaluasi pendidikan, penelitian pengembangan, dan kompetensi sosial harus terus ditingkatkan. Pengawas dapat meningkatkan kompetensinya secara kontinu melalui wadah ini.
Dengan kompetensi pengawas yang profesional sesuai Permendiknas Nomor 12 Tahun 2007, maka pengawas dapat melakukan pembinaan baik kepada para guru maupun kepala sekolah sesuai kewenangannya dengan profesioanal pula. Kepercayaan guru dan kepala sekolah pada pengawas menjadi harapan sekaligus tumpuan segala permasalahan yang berhubungan dengan sekolah. Untuk itu pengawas dituntut untuk terus mengetahui segala perkembangan informasi pendidikan. Tanpa melalui wadah pengembangan profesi maka kompetensinya juga tidak meningkat.
Tidak ada komentar: